Wednesday, April 30, 2008

 

a fresh skin

psssttt... try also this one: www.gawehawe.wordpress.com

Monday, April 28, 2008

 

Here, There, and Back Again

Sama seperti saat berangkat ke Kuala Lumpur dulu, saya punya masalah dengan ketepatan waktu.

Kamu pasti heran kalau ada orang yang boarding persis jam berangkat pesawat - tambah lagi ini penerbangan internasional yang punya tetek bengek fiskal, cap paspor, dan antriannya sebelum naik pesawat. Dua kali ke luar negeri, dua kali saya harus mengejar pesawat. Mengejar. Dalam arti yang sebenarnya.

Saya berangkat dalam rangka undangan sebuah sekolah sepakbola ternama di Jakarta untuk meliput dua partai ujicoba mereka dengan sekolah sepakbola di Kuala Lumpur yang punya bendera franchise yang sama. Diinformasikan kalau rombongan akan menginap di hotel Royal Bintang. Meski hati kecil bersorak menginap di Bukit Bintang - yang sangat hidup itu - saya sempat ragu apakah rombongan dengan mayoritas anak-anak usia sekolah ini diinapkan di kawasan keramaian itu. Dugaan saya salah.

Begitu partai ujicoba pertama selesai, bersama dua rekan dari media lain, kami bergegas memburu langkah ke BB Plaza. Sayang, terlambat. Hampir pukul 10 malam dan toko-toko mulai tutup. Alhasil, kami menghabiskan waktu berputar-putar saja di pedestrian Bukit Bintang.

"And how the night falls on Bukit Bintang?"
Crowdly dan loudly.

Pesonanya sama seperti dua tahun lalu. Tetap hidup dan ramai hingga larut malam. Pusat perbelanjaan bertebaran di kawasan ini: bangunan BB Plaza terhubung dengan Sungei Wang, satu dua gedung di sebelah BB plaza ada Low Yat Plaza - pusat barang-barang elektronik, di seberang Sungei Wang ada Times Square - pusat perbelanjaan berlantai 10[!]. Begitu juga rumah makan: masakan Cina, Melayu, Arab, hingga India, tenda atau tempat permanen, kafe, pub, dan... refleksiologi. Turis sepertinya memang diharuskan menghabiskan uangnya di kawasan surga belanja ini. Begitu juga untuk penduduk Malaysia sendiri - yang menurut Liang, pemandu kami, baru saja "diuntungkan" berkat dikuranginya besaran pajak pendapatan oleh Perdana Menteri Abdullah Badawi.

Hanya semalam di sana. Pagi-pagi sebelum partai ujicoba kedua, rombongan bergegas check out dari hotel. Setelah ujicoba, kami memburu pesawat pulang sore harinya. Memang diberikan waktu "bersiar-siar" di Sungei Wang, tapi kisaran 45 menit saja. Manalah cukup waktu untuk mencari macam-macam. Padahal, setibanya di bandara, kami mendapat berita mencengangkan. Pesawat di-delay hingga dua jam!!!

Minggu malam, saya sudah kembali ke Jakarta. Kurang tidur, saya menikmati istirahat panjang dan datang ke kantor siang hari. Susah dipercaya, saya baru menghabiskan weekend di luar negeri dan hari Senin sudah kembali bekerja. Ah... Selamat kembali lagi ke kenyataan!

Wednesday, April 23, 2008

 

Eulogia untuk pak Dudi Djumadi

Circa 1999, rekan Hendrawan menghampiri saya. Dia sedang mengumpulkan opini mahasiswa tentang susunan dekanat yang baru untuk KarungGoni. Saya mengomentari dengan khusus Pembantu Dekan III baru, Dudi Djumadi, yang menggantikan Hadi Suprapto Arifin. Mungkin karena berada di bawah bayangan PD III sebelumnya yang relatif lebih dekat dengan mahasiswa, komentar saya kurang lebih, "Arogan."

Komunikasi pertama saya dengan PD III yang baru adalah ketika mengurus PPMB 1999. Pertemuan ini menguatkan kesan arogan itu. Saya ingat, bertiga bersama Zaidan dan Hani kami bertemu PD yang baru itu. Pertemuan yang kami harapkan disimpulkan dengan pemahaman baik dari pihak dekanat dan mahasiswa, berujung antiklimaks, malah terkesan tidak ditanggapi serius oleh beliau. Ketua BEM Dede Ariwibowo cuma tersenyum-senyum simpul dan memberi nasihat bijak, "Kalau sudah kenal dengan orangnya, pasti kesan itu berubah..."

Dan, seperti yang sering diceritakan dalam kisah-kisah Karl May (dan juga Pramoedya Ananta Toer), prasangka adalah salah satu kejahatan terbesar manusia. Pepatah lama mengatakan, tak kenal maka tak sayang.

Komunikasi, atau pendekatan, yang dilakukan kemudian jauh dari kesan formal. Pembahasan rencana PPMB dengan beliau malah lebih sering diselingi obrolan-obrolan ringan, celetukan-celetukan nakal, dengan bahasa Sunda yang akrab. Semuanya mengubah kesan awal tersebut dan malah memberikan kesan egaliter terhadap figur beliau.

Setelah PPMB, komunikasi dengan beliau terjalin karena urusan-urusan BEM. Banyak proposal yang kami buat membutuhkan tanda tangannya. Dan, itu membuat saya hingga sekarang masih mengingat NIP-nya: 131 639 097. Magic number. Ada unsur "97" dalam NIP-nya, mungkin ini yang membuat angkatan ini terasa berjodoh dengannya.

Lama tak bersua dan mendengar kabarnya. Tadi malam saya terhenyak untuk beberapa jenak. Sebuah pesan pendek mengabarkan berita duka. Sempat ada rasa tidak percaya, tapi nyata. Saya melamun dan mengilas balik. Semua kenangan itu baru terasa terjadi kemarin.

Dan, sekarang beliau sudah beristirahat dengan tenang di pangkuan-Nya. Selamat jalan, pak. Anda selalu kami kenang, selamanya...

------------------
Agung Harsya W.
K1B 97194

Tuesday, April 22, 2008

 

Insight, therefore, are improved

Tadi malam saya menemukan dua buku coretan lama terselip di tumpukan buku. Keduanya rajin saya tulisi saat 2001 - masih kuliah - dan 2005 silam - saat bekerja di kantor sebelum ini. Pada buku coretan yang lama saya menemukan bahasan tentang skripsi yang sedang saya kerjakan. Pada buku kedua, curhatan-curhatan yang isinya kental dengan perasaan pribadi. Persamaannya, keduanya kok terasa hanya indah saat ditulis, tidak untuk dibaca ulang. Saya terkekeh-kekeh kecil, karena kalau melihat hari ini, kalau manusia bisa mengendalikan waktu, saya ingin mengubahnya. Jadi lebih baik, tentu saja.

Friday, April 18, 2008

 

the - Iced Hazelnut Latte

Flyer yang saya ambil dari sebuah gerai kopi termasyhur itu saya taruh di atas meja kantor, disandarkan di depan kalender.

Iced Hazelnut Latte
Our signature espresso, a hint of hazelnut and milk, poured over ice.
Our Iced Hazelnut Latte provides a revitalizing, cold-coffee experience for the warm summer months.
For a lighter treat, enjoy an Iced Caffe Latte with nonfat milk.

Hmmm, yummy... Nanti habis gajian, saya harus mencicipinya!

Thursday, April 10, 2008

 

Doa sebelum tidur

Sudah malam. Bocah itu belum tidur; masih mengerjap-ngerjapkan matanya penuh kekaguman; asyik mendengarkan cerita Kakek. Tentang Kakek yang mendapat pekerjaan di perkebunan teh Belanda karena lihai bermain bola.

"Ijazah Kakek itu: sepakbola!"

Sudah malam. Dongengnya habis; besok si bocah harus sekolah; dia berdoa sebelum tidur.

"Tuhan, izinkan aku bermain bola sepuasnya di tanah surga-Mu yang kekal kelak, ya..."

Tidurnya lelap malam itu.

Thursday, April 03, 2008

 

And he starts living in his own world

Hampir enam jam dia berupaya untuk lelap tertidur. Gagal. Manakala matanya terpejam, seketika waktu dia terbangun lagi. Pada suatu ketika, dia menyerah. Dia memasrahkan kegagalannya menggapai kantuk kepada malam. Pikirannya terbang ke mana-mana - tapi sebenarnya tetap terbelenggu di pokok benaknya.

Tidak ada apa-apa. Tidak ada siapa-siapa. Bukankah ini semua pilihannya? Dalam kehendaknya selama ini dia selalu menginginkan sebuah kebebasan dan setelah sekian lama dia memberanikan diri meraih kebebasan itu. Sendiri. Kalau terkungkung di dalam kamar 3x4 kamar persegi ini adalah kebebasan yang pernah dibayangkannya, masih maukah dia menukar waktu?

Tentu saja tidak.

Malam makin larut. Dia makin larut ke dalam dirinya sendiri.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]