Wednesday, January 31, 2007

 

Akhir Januari

Hawe, apa kabar?

Senyum tipis, tatapan mata kosong, dan seuntai lirik lagu oldies di bawah bisa menjawab semuanya.

"I, I can't read the future
But I still want to hold you close
Right now, is all I want from you
So give me the morning
Sharing another day
With you, is all I want to know

And baby I, I've tried to forget you
But the light of your eyes still shine
You shine like an angel
A spirit that won't let me go

I, I didn't want to tell you
Things I didn't want to know myself
I was afraid to show
But you gave me a reason
A reason to face the truth
To face the truth, face the truth, face the truth

And baby I, I've tried to forget you
But the light of your eyes still shine
You shine like an angel
A spirit that won't let me go
Won't let me go
Let go of my heart"*


Didedikasikan untuk semua orang yang pernah dan paham makna datang, kembali, datang, kembali, dan datang lagi. Tak ada cerita yang benar-benar usai. Nikmati saja.

*Angel / Jon Secada (Angel Album, 1993)

Thursday, January 25, 2007

 

Harap Tenang, Ada Ujian!

Pemuda yang baru naik mikrolet ini tidak canggung dengan seragam yang dipakainya, kemeja lengan panjang digulung pendek sampai siku berwarna putih lusuh dengan celana katun hitam baggy bermodel lama dengan tiga kerutan horizontal dari garis pinggang sampai paha dan kelim di ujungnya. Pandangan awam langsung berprasangka, anak ini baru saja pulang dari ujian negara. Entah di mana kampusnya, yang pasti kampus itu butuh perangkat akreditasi ini-itu dari Dikti demi mendapat gengsi ijazah para mahasiswanya. Untuk mendapat surat keramat itu, mahasiswa manapun harus mengikuti ujian.

Ujian. Setelah kamu belajar, kamu akan diuji sejauh mana pembelajaranmu selama ini. Bagi pihak pemberi, melalui ujian kamu akan mengetahui apakah materi atau metode pengajaranmu dapat diterima dengan baik atau tidak oleh siswa. Ketika masa sekolah dulu, ujian adalah hantu yang paling menakutkan. Lebih horor lagi manakala sang guru galak masuk ruangan kelas dengan muka cemberut, jalannya bergegas-gegas, menggebrak meja atau papan tulis, dan tanpa cang-cing-cong langsung murka, "WAKTUNYA ULANGAN MENDADAK!!!" Sontak protes, keluhan, dan racauan tanda frustrasi menggema ke setiap sudut ruangan kelas. Padahal sang guru dan pihak sekolah atau kampus masih memberikan kemudahan; ia adalah institusi yang memiliki standarisasi dalam menjalankan sistem organisasinya, ada reward dan punishment yang jelas, yaitu angka dalam rapormu. Satu lagi, institusi pendidikan pasti mengadakan ujian dengan waktu tertentu. Tengah dan akhir semester. Namun, hidup pun punya ujiannya sendiri.

Tahun 2007 masih jauh dari fajar. Kalau dianalogikan dengan putaran jarum jam, hari ini baru akan menginjak pukul dua dinihari. Orang-orang belum bangun, kecuali mereka yang insomnia dan sedang giliran ronda. Tapi, itu tadi, ujian dalam hidup tidak mengenal waktu. Seminggu terakhir banyak "ketiba-tibaan" yang masuk dalam irama kehidupan saya. Kemarin lusa, saya kaget setengah mati demi mendapat kabar seorang teman sedang di tengah jalan melarikan ibunya ke rumah sakit khusus jantung. Ada empati yang sangat khusus untuknya, ayahnya baru saja berpulang kurang dari enam bulan lalu dan dia anak tunggal. Ahhhhh... Sehari setelahnya, usai liputan dari sebuah liputan, saya pun mendapat kabar yang tidak kalah mengejutkan. Pemilik tempat saya - dan teman-teman - bekerja meninggal dunia. Ahhhhh...

Saya tidak lebih pandai dari teman saya itu untuk tahu bagaimana mencari solusi untuk skenario terburuk yang mungkin saja menimpanya. Mudah-mudahan tidak dan kepadanya diberikan kemudahan... Saya yakin teman saya itu mampu bertanggung jawab penuh atas keluarga dan dirinya sendiri. Apapun yang terjadi. Diam-diam, saya berjanji membantunya sepenuh hati apapun yang mampu saya lakukan.

Saya pun tidak lebih pandai untuk mengetahui apa yang akan terjadi dengan tempat kerja ini. Saya yakin skenario terbaik sudah disiapkan dan niscaya dijalankan sebaik-baiknya. Betapa kehilangan seseorang ini sangat dirasakan keluarga yang ditinggalkan beliau. Betapa pula kehilangan ini juga berdampak luas pada banyak orang yang kehidupan mereka bergantung pada beliau. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun...

Tidak pernah ada jaminan kepastian untuk ujian hidup. Tidak akan ada pengumuman hasil ujiannya. Tidak akan ada undangan sekolah untuk para orang tua supaya mengambil rapor pada sebuah Sabtu. Tidak akan ada standarisasi reward dan punishment yang jelas. Tidak ada!

Mikrolet berhenti. Saya turun di depan jalan menuju rumah. Saya harus berjalan lima menit untuk sampai dan menikmati makan malam. Badan terasa kurang sehat, saya butuh kafein atau segelas susu cokelat hangat. Pemuda berseragam putih-hitam itu masih di atas mikrolet, kiranya rumah masih lumayan jauh. Mungkin dua puluh menit lagi dia sudah sampai. Mungkin besok dia harus bangun pagi-pagi dan pergi ujian lagi dengan seragam yang persis. Mungkin setelah libur seminggu dua, nilainya sudah keluar. Dan, dia akan tahu berapa mata kuliah yang boleh dia ambil semester besok. Saya melihat ke atas. Langit gelap. Boleh jadi mendung atau sekadar awan tebal ingin lewat. Bintang-bintang kelam. Tak ada petunjuk...

Monday, January 15, 2007

 

Makassar, 2007

Enaknya jadi wartawan, beroleh kesempatan datang ke tempat-tempat yang semula hanya jadi impian wisata belaka. Dalam beberapa hal, tak banyak perbedaan antara wartawan dan wisatawan.



Tempatnya di Fort Rotterdam. Sebuah benteng peninggalan Belanda. Persis di pinggir pantai Losari, Makassar. Minggu pagi yang berawan, di tengah-tengah rombongan karyawisata anak sekolah. Berbekal kamera saku digital, saya beraksi ke sana ke sini. Tak hendak kalah dengan teman fotografer yang peralatannya tentu lebih canggih.



Dengan editing seadanya melalui sebuah program komputer, jadilah gambar-gambar ini. Mudah-mudahan mampu mengobati blog saya yang makin terlalu sering mengumbar kata sehingga tak jarang mengundang kebosanan. Gambar bicara sejuta kata, nikmati!


Monday, January 08, 2007

 

Larut Malam

Malam sudah sangat larut, apa yang sedang kulakukan?

Insomnia. Sepi. Khidmat. Kafein. Browsing internet. Cerah. Lagu-lagu lama dari radio klasik ibukota. TV membosankan. Travelling bag yang sudah terkemas rapi. Harapan. Ponsel pulas. Gagal beroleh inspirasi menulis. Terkenang. Merancang liputan. Melankolis. Tukang ronda mendentingkan tiang listrik dua kali pertanda waktu. Senyap. Sendiri. Kamu...

Aku tidur dulu. Ingin bermimpi lagi.

Tuesday, January 02, 2007

 

Tahun Baru, Resolusi Baru

Lihatlah posting saya setahun lalu dalam blog ini. Saya sibuk menuangkan bentuk resolusi dalam beberapa seri tulisan. Apakah saya sedang kalut? Mungkin saja. Toh, saya gagal menjalankan resolusi yang saya anggap paling penting waktu itu. Berkat sebuah pesan pendek yang sukses mendarat beberapa jam saja menjelang pergantian tahun.

Ah, tak perlu berlarut-larut. Setelah tertunda karena terputusnya jaringan internet akibat gempa Taiwan minggu lalu, saya meneruskan kembali niat menulis posting tentang resolusi tahun 2007 ke dalam blog ini. Sederhana saja, saya tidak ingin muluk-muluk. Saya ingin memulai lagi hidup dan saya ingin benar-benar independen dalam menjalankan berbagai pilihan yang mungkin merintang di tengah jalan sepanjang tahun 2007 ini. Maaf saya tidak ingin mengumbar lebih banyak resolusi yang spesifik. Satu hal saja, keinginan untuk menulis novel tampaknya harus segera diwujudkan! Sekarang atau tidak sama sekali... Mudah-mudahan...

Sebagai kesimpulan besar, saya harus meninggalkan dan memulai lagi. Berat... Tapi, bukankah hidup harus terus berjalan?

Selamat Tahun Baru 2007!

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]