Friday, July 22, 2005

 

Kalau Boleh

Kalau boleh jadi orang lain, saya akan memilih jadi orang yang sangat pragmatis. Orang yang tidak perlu berpikir terlalu banyak untuk memutuskan suatu hal. Orang yang sangat menikmati hidup, mengartikan kebahagiaan adalah kebahagiaan itu sendiri. Lalu menghadapi kesedihan adalah kesedihan tanpa perlu terlibat lebih dalam. Orang yang kalau menulis cerpen tidak perlu sama sekali melibatkan kematian dalam cerita. Orang yang bekerja tanpa perlu tergantung pada hati dan perasaan. Orang yang tidak memandang ambisi, impian, dan harapan sebagai sesuatu yang harus diwujudkan. Orang yang mudah jatuh cinta, yang dapat mengatakannya selintas dan melupakannya sekejap.

Ah, rupanya melankolis tetap saja melankolis...

Wednesday, July 13, 2005

 

And It's You

The day is gone
all things have become everything
Imagine!
all my defenses have broken by you

You,
a lighthouse
which guides me through
rough sea

You,
an everlasting spirit
that keeps me faithful
in a chosen path

You,
my secret magic spell
stills the nights
comforting my dreams

You,
a mysterious shadow
that fascinates me
arousing my curiosity

That day is today
when my words fail me
but my heart screams
that I have found you

Friday, July 08, 2005

 

Film Biru

Wah, ada apa nih pagi-pagi sudah ngomongin beginian? Tapi tunggu dulu, saya justru nggak mau ngomongin yang begituan. Selain nggak hobi, juga kayaknya saya nggak maniak-maniak amat dengan film biru.

Pertanyaannya muncul begitu saja pas naik ojek tadi pagi, ‘kenapa film biru dibilang film biru? Bukan warna lain, kuning, hitam, atau ungu, misalnya?’. Kebetulan tadi malam sempat juga nyinggung soal tren rental video jaman kecil dulu. Ceritanya, dulu, yang namanya video player VHS atau Betamax bukan main ajaibnya. Kalau dibandingin dengan saat sekarang itu boleh dibilang DVD player-nya tahun 80-an lah. Tambah lagi hiburan kan sedikit banget soalnya tv cuma ada satu, TVRI. Itupun film kartunnya mungkin cuma setengah atau satu jam di awal siaran, kecuali hari Minggu. Jalan keluarnya adalah video itu. Film-film anak-anak bikinan Jepang semacam Megaloman, Voltus V, Lion Man, Gaban, dan segala macamnya sudah jadi makanan wajib hiburan akhir minggu.

Nah, tentu tidak cuma saya yang mengkonsumsi video sewaan itu. Maksudnya tidak cuma video anak-anak yang disewa di tempat rental. Lantas Pemerintah via LSF (kayaknya) mengambil langkah untuk mengkategorisasi video-video sewaan itu. Semacam rating lah. Untuk anak-anak warna kasetnya hijau atau ‘Semua Umur’. Film-filmnya yang aman-aman seperti yang tadi saya sebutkan judulnya. Untuk remaja, biasanya dilabeli huruf besar-besar: ‘13 Tahun ke Atas’, warna kasetnya biru. Kalau nggak salah film-film Warkop masuk kategori ini. Banyak film Indonesia lain yang masuk kategori ini. Oleh sebab konsumsi remaja, film-film berkaset biru ini kebanyakan bertemakan percintaan, romantika hubungan, dan sejenisnya. Kategori terakhir yang saya ingat pasti adalah kaset berwarna merah. Kategori ini termasuk haram ditonton oleh saya yang masih anak-anak waktu itu. Labelnya saja ‘Dewasa’. Wuiiihhhhhh……

Oke, kembali ke pertanyaan di awal tadi. Saya berpikir jadi film biru disebut film biru karena ada stereotipe bahwa kebanyakan kaset rentalan berwarna biru itu diramaikan dengan adegan yang senonoh, sesuai dengan konsumsi penontonnya. Ditambah lagi film ‘begituan’ adalah film yang banyak ditonton remaja. Di mana-mana yang paling nafsu nonton film biru bukankah dari kalangan remaja? Jadi, semestinya kata ‘film biru’ itu maksudnya untuk menyebutkan film-film yang berkaset biru. Biar gampang sebut aja, film biru, dan lahirlah istilah baru dalam kamus bahasa Indonesia.

Tapi, pertanyaannya berlanjut. Bukankah ada istilah dari bahasa Inggris, ‘blue film’ yang sering disingkat jadi BF itu untuk merujuk benda yang sama? Artinya kalau memang benar-benar idiom ini ada di bahasa Inggris, teori saya di atas gugur sudah. Namun, kalau boleh saya bertahan dengan pendapat saya, istilah BF justru diciptakan oleh orang Indonesia sendiri. Sepertinya saya belum pernah menemukan penggunaan idiom ini, karena biasanya yang dipakai adalah kata yang lebih to the point, ‘porn movies’. Para pemainnya pun disebut ‘porn star’ bukan ‘blue star’. Apalagi penggunaan kata ‘blue’ dalam sebuah idiom lebih merujuk kepada arti yang nggak ada hubungannya dengan yang ‘begituan’. Lihat saja ‘blue print’ atau ‘blue chip’. Begitu…

Hmmm… Mungkin teori iseng-iseng ini bisa dibantu lagi kalau ada yang punya referensi lengkap bin komprehensif. Silahkan saja. Justru saya mau tambah satu lagi deh, saya jadi penasaran dari mana kata ‘bokep’ berasal. Ada yang bisa bantu?

Saturday, July 02, 2005

 

Do'a Jum'at

Tuhanku
Jum'at ini dapat kuminta
apa saja pada-Mu
semua permintaanku
semua keinginanku
semua harapanku
semuanya dan semuanya
agar menjadi kenyataan

Aku dapat meminta
semuanya ya Tuhanku

Tapi cukup satu
buat dirinya bahagia

Itu saja
aku tak mampu meminta lebih

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]