Friday, July 08, 2005

 

Film Biru

Wah, ada apa nih pagi-pagi sudah ngomongin beginian? Tapi tunggu dulu, saya justru nggak mau ngomongin yang begituan. Selain nggak hobi, juga kayaknya saya nggak maniak-maniak amat dengan film biru.

Pertanyaannya muncul begitu saja pas naik ojek tadi pagi, ‘kenapa film biru dibilang film biru? Bukan warna lain, kuning, hitam, atau ungu, misalnya?’. Kebetulan tadi malam sempat juga nyinggung soal tren rental video jaman kecil dulu. Ceritanya, dulu, yang namanya video player VHS atau Betamax bukan main ajaibnya. Kalau dibandingin dengan saat sekarang itu boleh dibilang DVD player-nya tahun 80-an lah. Tambah lagi hiburan kan sedikit banget soalnya tv cuma ada satu, TVRI. Itupun film kartunnya mungkin cuma setengah atau satu jam di awal siaran, kecuali hari Minggu. Jalan keluarnya adalah video itu. Film-film anak-anak bikinan Jepang semacam Megaloman, Voltus V, Lion Man, Gaban, dan segala macamnya sudah jadi makanan wajib hiburan akhir minggu.

Nah, tentu tidak cuma saya yang mengkonsumsi video sewaan itu. Maksudnya tidak cuma video anak-anak yang disewa di tempat rental. Lantas Pemerintah via LSF (kayaknya) mengambil langkah untuk mengkategorisasi video-video sewaan itu. Semacam rating lah. Untuk anak-anak warna kasetnya hijau atau ‘Semua Umur’. Film-filmnya yang aman-aman seperti yang tadi saya sebutkan judulnya. Untuk remaja, biasanya dilabeli huruf besar-besar: ‘13 Tahun ke Atas’, warna kasetnya biru. Kalau nggak salah film-film Warkop masuk kategori ini. Banyak film Indonesia lain yang masuk kategori ini. Oleh sebab konsumsi remaja, film-film berkaset biru ini kebanyakan bertemakan percintaan, romantika hubungan, dan sejenisnya. Kategori terakhir yang saya ingat pasti adalah kaset berwarna merah. Kategori ini termasuk haram ditonton oleh saya yang masih anak-anak waktu itu. Labelnya saja ‘Dewasa’. Wuiiihhhhhh……

Oke, kembali ke pertanyaan di awal tadi. Saya berpikir jadi film biru disebut film biru karena ada stereotipe bahwa kebanyakan kaset rentalan berwarna biru itu diramaikan dengan adegan yang senonoh, sesuai dengan konsumsi penontonnya. Ditambah lagi film ‘begituan’ adalah film yang banyak ditonton remaja. Di mana-mana yang paling nafsu nonton film biru bukankah dari kalangan remaja? Jadi, semestinya kata ‘film biru’ itu maksudnya untuk menyebutkan film-film yang berkaset biru. Biar gampang sebut aja, film biru, dan lahirlah istilah baru dalam kamus bahasa Indonesia.

Tapi, pertanyaannya berlanjut. Bukankah ada istilah dari bahasa Inggris, ‘blue film’ yang sering disingkat jadi BF itu untuk merujuk benda yang sama? Artinya kalau memang benar-benar idiom ini ada di bahasa Inggris, teori saya di atas gugur sudah. Namun, kalau boleh saya bertahan dengan pendapat saya, istilah BF justru diciptakan oleh orang Indonesia sendiri. Sepertinya saya belum pernah menemukan penggunaan idiom ini, karena biasanya yang dipakai adalah kata yang lebih to the point, ‘porn movies’. Para pemainnya pun disebut ‘porn star’ bukan ‘blue star’. Apalagi penggunaan kata ‘blue’ dalam sebuah idiom lebih merujuk kepada arti yang nggak ada hubungannya dengan yang ‘begituan’. Lihat saja ‘blue print’ atau ‘blue chip’. Begitu…

Hmmm… Mungkin teori iseng-iseng ini bisa dibantu lagi kalau ada yang punya referensi lengkap bin komprehensif. Silahkan saja. Justru saya mau tambah satu lagi deh, saya jadi penasaran dari mana kata ‘bokep’ berasal. Ada yang bisa bantu?

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]