Friday, January 11, 2008

 

Kepada Awan

Kepada awan-awan putih bersih yang memenuhi langit cerah hari ini, Kembara melayangkan pesan rindu.
"Aku ingin pulang," bunyinya.

Kepada awan-awan putih bersih itu, Kembara melampiaskan kekesalannya. Kenapa mereka terbit di langit kota metropolitan, ketika dirinya larut dalam kesibukan-kesibukan yang membuat tubuhnya seperti robot mekanik, dan membangunkan kesadarannya bahwa pernah ada awan-awan putih bersih di langit cerah seperti mereka di atas jalanan antarkota yang lengang dengan hutan-hutan homogen, seperti perkebunan tebu dan karet, di pinggir-pinggirnya.
"Aku ingin pulang," sesalnya.

Pula kepada awan-awan putih bersih yang memenuhi langit cerah hari ini, Kembara merindukan hujan. Apa yang ada tidak melupakannya pada yang tiada. Dia tidak pernah puas. Tidak akan pernah puas. Dia ingin membuat segalanya mungkin. Seperti hujan yang persis hadir pada musimnya dan begitu juga kemarau pada musimnya. Kehadiran awan-awan itu menyadarkannya, kenyataan tidak selalu sesuai dengan keinginan. Betapapun tulusnya keinginan itu.
"Aku ingin pulang," keluhnya.

Dan, kepada awan-awan putih bersih itu, Kembara akan berjalan lagi di bawahnya. Mencari tempat yang disebutnya rumah. Menetap. Lalu awan-awan akan selalu muncul kemudian demi mengingatkan kerinduannya untuk pulang.

Thursday, January 03, 2008

 

Senyum Tahun Baru

Dia menganggap tugasnya malam itu sangat penting. Ini malam tahun baru. Pemilik taman hiburan memercayakannya untuk mengeksekusi tugas paling krusial malam itu, yaitu menjadi pemantik kembang api. Tanpa sang pemantik, tak ada kembang api, tak ada pula kemeriahan tahun baru. Tak ada kembang api aneka ragam dan aneka warna. Takkan ada keceriaan. Tugasnya malam itu adalah menuntaskan penantian ribuan pengunjung menjadi senyum mengembang penuh kebahagiaan.

Malam ini, langit yang redup akan disirami semarak cahaya kembang api. Untuk sebentar, orang-orang akan merayakan tahun yang baru. Untuk malam ini, orang-orang akan melihat ke depan. Untuk sebuah tahun baru, orang-orang rela memaafkan nestapa, kemalangan, derita, kegagalan, dan kehilangan hari-hari kemarin. Tapi, dia tidak dapat melupakan kemarin. Dia tidak pernah merencanakan esok. Dia tidak ingin lupa.

Lima menit menjelang tengah malam. Dia tahu dia harus menjalankan tugasnya dengan baik. Detik demi detik berjalan sangat cepat. Suara berisik pengunjung memenuhi malam. Pengawas mendatangi dan mengingatkannya agar segera sigap memantik kembang api. Pembawa acara mulai mengajak pengunjung menghitung mundur. Tiga... Dua... Satu... Boom!!! Langit berubah cerah dengan kesemarakan kembang api. Ribuan pasang mata mengaguminya dan tak melepas pandangan ke arah langit. Senyum menghias masing-masing wajah mereka.

Dia tidak melihat ke langit. Dia tidak merayakan kembang api yang dipantiknya malam itu. Dia melihat ribuan wajah dengan senyum bahagia. Dan untuk pertama kalinya, dia tersenyum...

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]