Sunday, June 24, 2007

 

Tinggal

Tubuhnya berlepotan cat. Tapi dia tidak peduli. Minggu depan adalah harga mati kepindahan keluarganya ke rumah baru ini. Inilah hasil perjuangannya bertahun-tahun membanting tulang ke sana ke mari, berpindah-pindah pekerjaan, malam-malam kegelisahan yang panjang, berganti-ganti pengharapan, memperoleh kekecewaan dan kebahagiaan... Dia tahu, bila waktunya tiba, dia harus membangun sesuatu. Dan, dia memilih untuk berkeluarga. Bila waktunya tiba, dia sadar dia memerlukan ketenangan. Dan, dia memilih untuk memiliki rumah.

Bau cat semerbak di rumah ini. Renovasi dilakukan untuk mengubah wajah rumah sesuai keinginan dan kebutuhan. Kamar tidur yang sedang dikerjakannya saat ini diwarnai cat merah muda, sesuai permintaan sang anak tercinta. Plafon sudah dibenahi. Instalasi listrik sudah rapi. Dapur sudah siap lengkap dengan ventilasi udara sebagai jalan keluar aroma masakan istri tersayang nantinya. Jet pump baru sudah dibeli dan siap terpasang. Ruang tamu masih melompong, begitupun teras depan. Istrinya sudah punya rencana untuk mengatur letak perabotan di ruang kosong itu. Istrinya juga sudah rajin membeli tabloid perawatan griya untuk memilih-milih mulai dari aksesori sampai ke jenis tanaman yang akan mewarnai rumah sederhana ini.

Pukul setengah lima sore. Matahari senja mulai menyingsing. Dia harus berbenah. Belum ada lampu penerangan di rumah barunya ini. Dia melihat dirinya sendiri. Berantakan sekali. Pakaian kerjanya berlumuran warna-warni di semua sisi. Warna-warni yang mengisi hidupnya. Di matanya terbayang wajah anak dan istri dengan senyum yang mengembang. Dia pun tersenyum. Dia puas dengan renovasi ini. Masih perlu sentuhan akhir di sana sini, tapi sampai sejauh ini dia sudah puas membayangkan bisa memulai mewujudkan mimpinya dari tempat ini. Ponselnya berbunyi. Dari sang istri. Dia mengabarkan akan tiba di kontrakan selepas Maghrib. Dia juga bilang dia menyayangi istrinya dan bahagia saat ini mereka sudah memiliki rumah untuk ditinggali. Istrinya cuma terdiam dan berpesan supaya berhati-hati di jalan. Dia tahu dari nada suara itu, istrinya tidak sabar menunggu barang sepekan lagi untuk mendiami rumah ini.

Dia membasuh mukanya dengan air bersih. Rasa letih mendera, tapi semuanya setimpal. Dia sudah memiliki rumah! Bahkan seorang lelaki pun akan pulang setelah pergi jauh**. Dan, dia tahu dia takkan pergi ke mana-mana lagi.

/**Paulo Coelho, Sang Alkemis

Comments:
Hikkksss keren sekali sih tulisan yang ini ... lo sendiri kapan pulang dan tidak pergi lagi? ;p
 
Dan hati adalah tempat kembali yang sejati...
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]