Sunday, October 15, 2006

 

Masa Kini yang Sepi

Sabtu ini aku memberikan kesempatan untuk teman-teman SMU dulu. Bulan puasa memang bulan berkah, semua sepertinya harus dapat giliran buka bersama. Tak banyak memang, hanya ada empat dari kami. Dulu kami semua satu kelas - dari kelas satu sampai tamat. Pertemuan ini seperti pertemuan dengan teman-teman lama lain, kali kesekian dalam beberapa bulan terakhir dan sama pula menguras kenangan masa lalu. Walau semuanya sadar sedang berdiri di masa kini.

Lupakan sejenak kekinian. Kami berkumpul di rumah Paolo. Kawasan Rawamangun yang selalu kuanggap tempat paling strategis di Jakarta. Itu semata-mata karena aku sempat tinggal di Rawamangun dan merasakan kemudahan menjangkau keramaian ibukota: Kelapa Gading, Senen, Blok M, Grogol, bahkan Bandara. Semua tinggal sekali naik bus dari terminal Rawamangun! Sebelum ke rumah Paolo, aku dan Yudi mampir sebentar di Tip Top Rawamangun. Ini dia tempat aku menghabiskan sore atau petang tak berisi waktu SMU dulu. Belanja titipan ibu, mencari koran, jajanan, atau sekadar jalan-jalan sore tanpa arah. Lumayan lama aku tak melongok daerah ini. Satu blok persis di depan Tip Top adalah kawasan perumahan yang padat. Aku masih mampu mengingat bunyi keramaian yang melintas di depan rumahku, pagi siang sore malam: tukang roti, bakso, pengamen, anak-anak pulang sekolah, tetangga, deru kendaraan di jalanan... Aku tergoda untuk mengintip seperti apa lingkungan itu sekarang. Tapi enggan. Canggung rasanya melangkah kembali ke masa lalu, bertemu mereka yang pernah kukenal. Ini situasi yang ingin kuhindari. Bukan karena lupa atau tak hormat, tapi melempar jiwa dan raga kembali ke masa lalu butuh waktu dan ruang yang tidak sederhana. Mungkin itu cuma aku saja...

Lalu sambil menunggu Nano, kami berbuka di rumah Paolo. Berempat bersama ibunya. Puasa kali ini terasa agak berbeda di rumah Paolo karena kebetulan ayahandanya wafat beberapa bulan silam. Sepi menemani kami senja ini. Nano tiba. Di meja makan sambil menikmati makanan ringan, kami selintas mengobrol tentang masa sekolah. Kuakui aku agak ketinggalan soal kenangan ini. Kekurangannya satu caturwulan - empat bulan - karena aku anak baru waktu itu. Yudi membuatku terkejut. Ia bercerita masih bermimpi soal masa sekolah. Ada kilasan yang menyertakan kami semua di situ. Semuanya hadir seolah muncul lagi hari ini. Ah, kenapa kali ini ceritanya sama saja?

Sayang, perjalanan buka bersama kali ini tak begitu ramai. Waktu pertemuannya mungkin agak dipaksakan. Kebetulan kami semua sedang menghadapi beban pekerjaan yang sangat menyita waktu beberapa minggu terakhir. Keceriaan muncul sebentar, begitu makan malam tandas disikat, pelan-pelan semangat itu sirna. Semua orang ingin langsung pulang ke rumah, kecuali aku mungkin. Aku masih ingin melarikan diri, kalau dapat. Namun malam akhirnya mengantar kami pulang ke rumah masing-masing. Maaf, tidak ada cerita sentimentil lagi di ujung pertemuan ini. Mungkin akulah cerita sentimentil itu sendiri.

Kamu berdiri di depan pintu dan sedang memegang gagangnya, Adinda. Kenop itu merayumu dan seisi ruangan sudah siap menyambutmu. Selamat datang dalam kenanganku. Biar semuanya meluruh... Biar bebas... Dan biar sepi menjadi pilihanku.

Comments:
biasanya orang sentimentil itu romantis lho pak.....
 
Man... I'm Petrified... :) Bukan cuma gue doang ternyata yang ngga pingin cepet pulang...
 
Wah, i'm busted! At least i used alias name on it. Hehehehe... Welcome to my world! Enjoy reading too..
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]