Sunday, October 08, 2006

 

Antara Hari Ini dan Masa Lalu

Lagi-lagi mereka. Tujuh orang teman lama. Kami bertemu untuk berbuka puasa bersama. Aku mengaturnya dari sebuah rencana spontan. Kemarin lusa, aku mengajak mereka bertemu dan masing-masing bersedia. Ini lumayan mengejutkan.

Kami duduk mengelilingi tiga buah meja kecil yang disatukan pelayan di foodcourt sebuah pusat perbelanjaan ibukota. Sebenarnya ada empat lima teman lain yang kami ajak, tapi tak semuanya bisa sempat hadir. Tapi tak apalah tujuh orang teman lama dapat berkumpul saja sudah memuaskan.

Lagi-lagi masa lalu. Ah, tidak juga. Kami juga banyak membahas kekinian. Freddy, temanku yang duduk paling ujung kiri meja baru sebulan menikah. Istrinya ikut dibawa serta. Sangat jelas terlihat mereka masih sangat menikmati masa-masa bulan madu - tak masalah meski harus diselang bulan suci Ramadhan. "Bulan puasa tak perlu disiasati," selorohnya. Kami tergelak. Sang Istri hanya bisa menahan ledakan tawa dengan sebelah tangannya.

Pandu beda lagi. Lumayan lama dia menghilang dari peredaran. Sibuk menjadi kameramen sebuah stasiun televisi nasional - atau mungkin ada alasan lain? Sepanjang pertemuan, dia asyik mengobrol dengan Gilang yang sedang menabung masa depannya. Kebetulan Gilang memang sudah akrab dengan kamera sejak kuliah dan sempat berkecimpung di industri pertelevisian untuk beberapa waktu. Tiga bulan terakhir, aku lupa hitungan pastinya, Gilang menantang hidup di ibukota. Berupaya melepaskan diri dari kesejukan Kota Kembang yang melenakan.

Di depan Gilang, duduk Sapto. Mantan aktivis kampus yang sekarang bekerja di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat. Dia sempat mengeluh tentang kuliahnya yang belum selesai, tapi tak tampak urat keputus asaan di wajahnya sepanjang malam ini. Di sebelah Sapto, ada Hanif. Selalu tampak ceria dan sejak kami bertemu sampai bubaran berupaya mati-matian meledekku. Tak terlalu serius. Sekadar menyegarkan dunia kami yang makin kering berkat rutinitas. Hanif baru saja terpancing membeli sepasang sepatu kets. Dituduhnya itu ulahku mengomporinya. Salahnya sendiri, balasku, tak punya pendirian kalau memutuskan sesuatu.

Masa lalu adalah magnet tersendiri. Kami disatukan oleh sebuah tempat, tepatnya pondokan kosan, nyaris sepuluh tahun lalu di belahan dunia baru nun di Jatinangor sana. Cakrawala yang tak pernah usang mengisi langit hati kami dari dulu bahkan sampai sekarang. Sekali-sekali nostalgia melintas di langit malam ini dan kami menyambutnya dengan suka cita. Seolah itu baru saja terjadi kemarin. Mungkin ini yang menjadi satu-satunya alasan kenapa teman kami yang paling akhir bergabung, Deni, bergegas meninggalkan acara buka bersamanya di tempat lain untuk bergabung bersama kami. Pertemuan ini memang demi masa lalu yang memabukkan. Dalam sebuah pesan pendek, Freddy pernah menuangkan perasaan sentimentilnya. "Aku bermimpi kembali ke Jatinangor. Tampak sekilas kau di situ, dengan yang lain. Lengkap. Tapi, belaian lembut Istri membuatku bangun dan membuyarkan semua." Oh, ternyata aku bukan satu-satunya orang yang pernah tersesat jauh di dalam galaksi kenangan dan masa lalu.

Tiga jam usia pertemuan kami. Ada kesan mendalam yang sulit kukatakan tentang malam ini. Lagi-lagi bukan aku seorang yang mendapat kesan serupa. Beberapa jam setelah berpisah, aku menerima pesan pendek di ponsel. Dari Gilang dan Freddy. Mereka merasa bersyukur dapat bertemu dan melampiaskan rindu dengan teman-teman lain atas nama masa lalu. Meski kadang sulit dilupakan, seharusnya kita bahagia memiliki masa lalu.

Lama aku melirik layar ponselku. Tak sabar, segera kuketikkan pesan pendek baru. "Dua tahun aku mengenalmu, Adinda. Dan aku tak mau menjadikanmu masa lalu. Paling tidak, belum saat ini..."

Malam masih panjang. Esok akan ada. Harapan, seperti daur, pasti akan terus terbit.

[15 Ramadhan 1426 H / 04.05, menjelang Imsak - on a serene dawn]

Comments:
and the spirit carries on...
 
i'm sure that u meant serene (adjective; calm and peaceful) instead of sirene.
 
hmmm? siapa ya adindanya? hehe.
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]