Thursday, August 31, 2006

 

Cerita dari Malaysia

Saya sudah sampai lagi di kantor hari ini. Dengan semua keletihan: luar dan dalam. Ugh, orang-orang boleh menilai ini sebuah perjalanan dinas plus jalan-jalan berwisata. Tapi tetap saja kerja ya kerja. Kalau ada pertandingan bola timnnas Indonesia, nah, itu baru bonusnya.

Apa yang bisa saya ceritakan dari sana? Wah, kehidupan di Malaysia lebih teratur. Secara kultur mereka tak jauh beda dengan Indonesia. Di sana ada tiga etnis besar: Melayu, Cina, dan India. Bahasa Melayu adalah bahasa nasional negeri jiran itu, tapi ada saja orang-orang keturunan Cina dan India yang tak pandai bercakap Melayu. Kita mesti berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang aksennya sesuai lidah masing-masing, tentunya. Memang kalah ragam dengan kemajemukan yang dimiliki Indonesia. Tapi di Malaysia, kamu bisa melatih bahasa Inggrismu dengan leluasa tanpa dianggap belagu.

Pelajaran lain yang saya dapat adalah: kalau mau ke mana-mana di Kuala Lumpur, pakai train saja. Bukan "kereta", karena di sana arti kata ini adalah "mobil". Paling tidak ada empat macam kereta: LRT Monorail, Putra, Star, dan KTM Komuter. Singkatnya, mereka adalah empat perusahaan berbeda yang menangani jalur transportasi yang berbeda-beda pula. Di terminal train disediakan informasi lengkap soal jalur dan lokasi terminal interchange. Di beberapa stasiun, lewat pula jalur bus angkutan kota. Saking nyamannya berpindah-pindah, taksi tak banyak laku. Akibatnya, seperti tak ada peremajaan angkutan taksi dan jarang ada supir taksi yang mau menyalakan argo untuk menghitung tarif. Besar kecilnya tarif tergantung di pucuk lidah mereka dan kepintaran penumpang menawar harga. Intinya, kamu tak perlu takut tersesat di Kuala Lumpur.

Itu soal perjalanan. Soal makanan, kamu juga tak perlu khawatir. Bumbu dan rempah-rempah di sini sama saja dengan Indonesia punya. Saya sendiri sempat mencicipi masakan India di kaki lima. Rasa kari kambingnya tidak ada duanya. Sempat teringat pula cita rasa kari kambing teman makan martabak telur waktu kecil dahulu di Jambi sana. Hmmmm...

Buat yang hobi belanja [dan yang punya bujet berlebih], Kuala Lumpur bisa menjadi tempat petualangan baru. Tentu bukan karena mata Indonesia ini yang terbiasa memelototi harga barang dengan deretan lima enam digit, kan?! Teman-teman di kantor langsung menitipkan oleh-oleh sebuah merek terkenal dari negeri jiran ini. Adik saya yang awalnya tak begitu antusias saat saya berangkat, langsung berubah pikiran 180 derajat begitu saya tanyakan ukuran kakinya. Sejak pertanyaan itu, dia mulai rajin mengirimi SMS ke ponsel saya. Dasar perempuan. Hehehe...

Itulah. Kalau ada lebih waktu, mungkin senang juga rasanya tak hanya terperangkap di Kuala Lumpur saja. Masih ada Genting Highlands [sekadar menyebut saja, saya tahu ini bukan tempat buat orang-orang seperti saya], pantai Langkawi, Malaka, Johor, atau malah menyeberang ke Singapura. Kenapa tidak? Ah, seperti saya bilang tadi, ini perjalanan dinas. Kerja ya kerja. Kalau nanti ada waktu melancong, bolehlah saya kembali lagi ke sana.

Sampai bersua, pakcik!

Comments:
Alhamdulillah, sae atuh dan iya masih di FourFourTwo. Yah, kebetulan lah jalan2nya juga. Malaysia juga lebih teratur aja, kultur dan iklimnya sama aja kok ama Jakarta. Malah mungkin banyak tempat lain di sini yg pengen gw kunjungi. Sampai nanti, pak!
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]