Monday, June 26, 2006

 

Dan Mereka pun Gugur

Belanda gagal lagi. Sebenarnya saya memang setengah yakin mereka tidak akan menjadi yang terbaik di Jerman 2006, tapi tidak secepat ini. Dan, lagi-lagi saya kesulitan menuangkan kesedihan ini. Dibawa tidurpun pasti tak dapat.

Melalui sebuah pertandingan barbar [empat kartu merah dan selusin lebih kartu kuning] dan kepemimpinan Valentin Ivanov yang setengah ceroboh [antara lain dengan tidak mengusir langsung Luis Figo yang menanduk muka Mark van Bommel], Jong Oranje takluk 1-0 langsung. Apa yang salah? Marco van Basten tidak memasang Ruud van Nistelrooy dalam starting line-up. Ini tidak jadi soal, tapi ketika San Marco tidak segera bereaksi dengan memasukkan Ruudtje di babak kedua, lini depan Oranje tetap tumpul walaupun Ivanov berbaik hati memberikan injury time sampai enam setengah menit.

Ah, saya lebih melihat kekurang pengalaman Jong Oranje bertarung di turnamen internasional. Lebih buruk lagi, saya lihat tidak ada seorang pun yang bisa menjadi pemimpin rekan-rekannya di lapangan. Benar, Edwin van der Sar adalah kiper yang berpengalaman dan menjadi inspirasi lewat aksi-aksi penyelamatannya di bawah mistar, tapi belum cukup. Mereka butuh inspirasi di lapangan tengah. Philip Cocu hanya sampai taraf menjadi penyangga tim, belum ke situ. Saat-saat seperti inilah penggemar Oranje merindukan Dennis Bergkamp yang dingin. Tapi, sudahlah mereka toh kalah juga...

Saya akui, di atas kertas Portugal sekarang ini memang lebih kuat, lebih merata, dan lebih baik daripada Oranje. Tapi tidak dengan permainan seperti itu! Mereka tidak layak menang! Maaf buat para penggemar Portugal! Mungkin saya sedang emosional saat menulis ini. Mungkin saya sangat subyektif. Saya memang tidak pernah menyukai Luis Felipe Scolari. Bagi saya, kemenangannya di Jepang-Korea Selatan 2002 adalah sebuah keberuntungan. Begitupun pada Euro 2004. Entahlah, obyektivitas saya makin terganggu dengan kekalahan ini.

Sudahlah, Oranje butuh pengalaman lebih banyak lagi. Mereka harus tahu bagiamana bersikap dan bermain di turnamen kelas atas. Ini bukan kompetisi domestik. Apapun, mereka masih punya waktu untuk mengembangkan pengalaman dan membangun inspirasi. Tapi, tidak bagi van der Sar, Cocu, atau van Nistelrooy. Bukan mustahil ini Piala Dunia terakhir mereka. Bagi sisa tim, Euro 2008 menanti untuk ditaklukkan kembali.

Dan, saya kembali termangu. Merenungi kegagalan seakan saya ikut menjadi bagiannya. Padahal mungkin saja tidak. Tapi, ini soal fanatisme, bung! Ini soal ideologi! Bagi seorang laki-laki, tidak ada yang lebih pantas dipertahankan selain gagasan dan idealismenya sendiri! Malam ini, harapan, fanatisme, dan idealisme saya lagi-lagi gagal dan luruh [secara tidak langsung karena kurangnya pengalaman Oranje dan si buncit Scolari]... Saya belum dapat menerima kegagalan ini. Melalui sepakbola, saya belajar menghadapi dan menerima kekalahan. Harus!

Sampai nanti di Swiss-Austria 2008...

Hidup Oranje!

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]