Sunday, May 14, 2006

 

Omongan

Seminggu terakhir milis yang saya ikuti mengarah ramai kepada perbincangan tentang masa lalu dan orang-orang yang berkaitan dengannya. Bicara soal masa lalu tidak akan ada putus-putusnya. Masalahnya untuk sebuah sudut pandang lain, arah pembicaraan akan dapat dianggap mengungkit masalah lama. Apalagi hal yang diomongkan bisa saja menjadi hal yang ingin dihindari oleh satu pihak. Terus terang saya berada di posisi yang so and so di sini. Banci, memang (toh dengan menuliskannya lagi di sini menegaskan sikap kebanci-bancian saya). Saya menikmati masa lalu, karena saya ada di sana dan menjadi bagian yang tak terpisahkan darinya. Saya menikmati bercanda dengan teman-teman lama. Saya rindu dengan bahasan-bahasan yang tidak dimengerti setiap orang itu.

Tapi, semuanya berantakan saat saya menerima telepon di Sabtu pagi kemarin. Siapa yang menelepon? Orang yang kami bicarakan. Dia berhasil memahami apa yang sedang dibicarakan di milis tersebut. Apa yang bisa saya bilang? Hasilnya jawaban seorang banci, saya bilang saya tidak tahu harus bicara apa. Tapi, saya berusaha tetap bersikap positif. Saya dapat memahami perasaannya saat itu. Saya coba berikan rasionalisasi kalau omongan tersebut bukanlah ingin mengungkit masalah lama, tapi hanya sekadar nostalgia tanpa bentuk. Dia bisa menerima, tapi dia tidak habis pikir kenapa sampai sekarang orang-orang masih saja tidak berubah. Kesimpulannya, ternyata sampai saat ini orang-orang yang dianggapnya teman masih melakukan hal yang tidak dia sukai: melanggar privasi seorang manusia seperti dirinya. Okelah kalau itu dilontarkan di forum kopidarat, katanya, tapi tidak di milis. Orang yang tidak paham akan menjadi tahu dan tidak semua orang perlu tahu hal yang dibicarakan. Dia tidak suka diperlakukan seperti itu. Saya diam saja. Dia punya semua kebenaran di dunia dan akhirat untuk merasa terganggu.

Dan, saat ini saya akan menunggu solusi yang akan dilakukannya. Tapi untuk satu titik, saya rasa ada hal yang memang sudah semestinya berhenti.

Comments:
Waduuh... ini toh yang dimaksudkan dengan sms di sabtu pagi itu. Apakah gw termasuk di antara teman yang disesalkannya?

hmmm... kayaknya gw tak punya rasionalisasi lagi, "toh semua perbincangan itu sudah terjadi, kalau ada pihak-pihak yang merasa terganggu, mari kita kutipkan saja sebuah ungkapan yang terkenal di zamannya, 'MAAFKAN SAJAH!!'"

dan gw setuju apa kata lu, mari kita hentikan perbincangan ini dan buatlah sebuah surat terbuka untuk menglarifikasi segalanya, sekaligus untuk menutup semua pembicaraan nostalgik ini.
 
gw dah punya feeling tentang ini pak. dan baru aja berniat bikin pernyataan klo ternyata "pembahasan"nya masih berlanjut. gw jg bisa nebak siapa orangnya.

gw juga heran sekaligus takjub. dengan segala kepinterannya, mereka bisa bikin pembenaran dengan bahasa langit. padahal mah sarua weee... ghibah-ghibah oge!

dan 1 hal yg gak banyak orang tau; salah satu dari mereka telah menganggap semua ini sudah bener-bener lewat. sampe-sampe di grup buku telpon ponselnya dia memasukkan mantan seterunya itu dalam grup SAHABAT.

n he had every single rights in this world to be angry. n as a friend, he had my deepest sympathy.
 
Hm, apapun itu, sesebal apapun kita, sebete apapun kita, tetap harus pake cara untuk menyampaikannya. Kadang, sikap orang-orang memang ga fair aja terhadap dia. dan dia tentu saja berhak membela diri. soal banci, ga masalah ko jadi banci, itu kan juga pilihan. asalkan tau konsekuensi apa dari menjadi banci. Tabik!
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]