Thursday, March 02, 2006

 

Lalalalala… Kami Membenci “Goodbye”

Persis di akhir Februari lalu, seorang teman di kantor resmi mengundurkan diri dan memilih menjalani pilihan hidupnya yang lain. Ada sesuatu yang aneh saat seseorang yang biasanya selalu ada, namun mulai esok dan seterusnya di tempatnya biasa berada hanya akan ada kosong melompong. Walaupun toh pada akhirnya akan ada orang lain yang mengganti posisinya, tetap saja seperti ada sesuatu yang hilang. Perpisahan adalah mengenai kehilangan.

Pengalaman saya sendiri tentang perpisahan, saya tidak pernah mengabaikannya. Saya tidak pernah yakin sebuah perpisahan akan memisahkan dua belah pihak selama-lamanya. Entah bagaimana aturannya, seperti sungai yang bermuara di laut, kita pasti akan bertemu lagi. Suatu saat. Suatu kali. Suatu waktu. Tapi urusan kapan, itu di luar kuasa kita. Maka, saya selalu berupaya optimistik mengucapkan “see you later” daripada “goodbye.” Tidak lucu kan kalau sudah bilang “goodbye” mendadak kita bertemu lagi suatu saat entah di mana. Lho, dulu katanya “goodbye” toh?!

Maka, perpisahan kemarin berjalan seperti basa-basi. Meski saya akui, bagi saya tidak mudah menghadapi sebuah perpisahan. Ada semacam perisa sentimentil di udara sehingga membuat pelupuk mata terasa lebih berat oleh mendung air mata. Orang-orang di kantor menghambur menghindari pamit. Semuanya berat mengatakan, “goodbye.” Seperti yang saya bilang tadi, semua orang tidak mudah menghadapi perasaan kehilangan dan masing-masing menghadapi dengan cara yang berbeda-beda pula. Perpisahan adalah soal kehilangan. Kalaulah ini benar-benar momennya sebuah perpisahan, tidak bisa tidak, bagaimana caranya menghalau galau kehilangan itu?

Goodbye is goodbye. Perpisahan adalah perpisahan. Pasti terjadi. Tidak mungkin sebuah perjalanan mesti dijalani bersama-sama dari awal sampai akhir. Kata orang, beda kepala beda isi. Orang-orang punya kemauan dan pilihan masing-masing yang tidak dapat dipaksakan satu sama lain. Ketika sekali waktu kita berada di persimpangan bernama perbedaan, tentu saja sepasang kaki kita tidak dapat berjalan ke dua arah sekaligus, bukan?

Saat ini saya memilih berjalan sambil bersenandung tanpa irama. Lalalalala… Saya benci perpisahan… Sampai nanti.

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]