Wednesday, December 21, 2005

 

Narasumber

Kisah berikut ini hanya sepenggal uneg-uneg saya. Isinya bebas nilai. Saya tidak mempermasalahkan kredibilitas, profesionalisme, dedikasi, dan kerja sama pihak yang saya ceritakan berikut ini. Pokoknya, bebas nilai!

Demi menyelamatkan diri menjelang himpitan deadline. Saya mengunjungi sebuah narasumber. Narasumber ini memang bisa dihubungi setiap saat, tapi memang salah saya mengulur-ulur waktu untuk melakukan wawancara. Singkat cerita, kami sepakat melakukan wawancara pada sebuah Rabu. Rabu yang cerah, seingat saya. Saya pun datang sesuai waktu yang dijanjikan. Apa nyana begitu melongok ruangannya, ternyata orang yang saya tuju keburu rapat. Kebetulan rapatnya dimulai tepat saat waktu yang telah disepakati. Saya diberitahu rapatnya berlangsung paling tidak satu setengah jam. Kepalang tanggung jauh-jauh datang ke sini, pikir saya, maka saya pun memilih menunggu walau setengah tidak yakin rapat akan selesai sebelum waktunya.

Sepertinya sudah nasib saya menunggu, tapi saya tidak akan menunggu selamanya di sini. Satu jam lebih sedikit, saya kembali ke ruangannya. Sukses, karena rapat masih berlangsung. Baiklah, saya bilang saya akan menjadwal ulang waktu wawancaranya. Melalui pesan singkat, akhirnya disepakati jadwal baru pada keesokan harinya.

Saya datang lagi, keesokan harinya. Bedanya dengan kemarin, hari ini Kamis yang basah kuyup. Hujan sepanjang siang menggerayangi ibukota. Tapi toh saya datang dengan sukses, pakaian relatif kering dari curahan hujan. Saya datang lagi ke ruangannya. Oh tidak, ternyata yang bersangkutan lagi-lagi sedang tidak di tempat. Ke luar sebentar, katanya. Padahal sudah janji. Oke, saya tunggu sebentar di ruang lobi. Di sana saya kirim lagi sebuah pesan singkat. Rupanya beliau tidak jauh dari kantor.

Akhirnya kami bertemu dan saya ungkapkan maksud penugasan saya. Obrol-obrol sebentar, sang narasumber menyiapkan data-data yang saya minta. Oh Tuhan, hampir saja saya diberi data tabel yang ditulis tangan gara-gara komputer gagal mencetak data tersebut. Kemudian, saya meminta gambar untuk dijadikan ilustrasi tulisan. Benar-benar keteguhan niat saya diuji cobakan di tempat itu, bayangkan saya dibekali selembar disket floppy 1,44 MB untuk menyimpan data gambar yang berjuta-juta bit itu. Alasannya, CD sedang habis. Tebak berapa gambar yang bisa saya simpan untuk kapasitas tersebut? Sebiji saja.

Bukan rasa kesal yang menggumpal-gumpal di dalam dada. Sumpah, bukan itu! Mungkin perasaan geli dicampur gondok saja. Daripada menjadi kesal benaran, saya ingin cepat-cepat angkat kaki saja. Pamit dan lantas berjalan mantap. Akhirnya, pulang!

Jangan pernah lagi saya kembali ke sini deh!. Kapok. Begitu tekad saya.

Belum lagi seratus meter saya berjalan menjauh dari tempat bersejarah itu, ponsel saya berdering. Saya angkat. Dari seberang sana terdengar suara narasumber saya tadi.

"Mas Agung, jaketnya ketinggalan ya?"

Benar saja, karena terburu-buru, jaket saya tertinggal. Aaaaaaaaaaaaaaaaggggggggggghhhhhhhhhhhhhh!

Jadi, berhati-hatilah terhadap semua permintaan dan do'a kita.

Comments:
A ha! suka duka seorang wartawan, right?

tenggelamkah kau di belantaranya kawan? menikmatinya sembari memicing mata sebentaran untuk mencari celah kesenangan yang bisa kau dapat di dalamnyakah?
Ataukah kau masih tetap tenggelam dalam impian platonismu bahwa tidak semua yang kita harap bakal kita dapat?

NB: Buat sang inspirator, sambut kedatanganku! tetaplah berproses dan mari berperjalanan bersama dalam menghidupi hidup.

Zai,
ziarah pertama pada seorang karib.
 
Lho, komentarnya kok rada gak nyambung ama isi blognya yah? Hehehe... Seperti yang tertuang di halaman friendster, profesi wartawan adalah suka dan duka.

Soal platonis, itu lebih soal pilihan daripada nasib. Mudah-mudahan pada saatnya ada yang benar-benarsaya bisa wujudkan. Doakan sajah!

Untuk menutup, selamat bereksplorasi di dunia blog, bung Zai! Sampai nanti!
 
sepertinya saya pernah denger cerita ini deh. siapa ya yang cerita? :)

maklum n sabar aja deh pak. toh terkadang kita bakal berhadapan sama orang-orang seperti itu. been there done that.

mungkin sebagai peringatan juga karena pas lagi lapang malah males-malesan. jadi aja pas udah mulai mepet "dikerjain".

soal permintaan dan do'a, saya si sependapat sama mang sepp ginz. klo anda bilang gak jadi maka kemungkinan besar gak jadi. dalam semua hal lho... hehehe...

u r what u think. bukan begitu pak?
 
Aladin pernah diberi 3 permintaan oleh jin untuk dikabulkan. Dan apa yang terjadi padanya? Kesulitan demi kesulitan.
 
ah tidak perlu berhati-hati kok. justru permintaan dan do'a adalah salah satu hal yang mendorong hidup kita. kalau ada kesulitan di tengah jalan, hadapi saja. namanya juga hidup.
 
HAWEEEE... gw connect ke blog lo dari blog nya Deu. Waaaa kamu masih absurd dan pandai... Ahahahahaha... Kungjungi aku dooongg.... www.vinka.blogspot.com hihi... Pengen dikomentarin... Baek2 yaaaa... Keep in touch atcuh eyyy...
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]