Friday, December 02, 2005

 

Demi Segelas Starbucks

Sejatinya, tulisan ini dibuat untuk menjadi jurnal sebuah perjalanan atas nama dinas pada sebuah launching drive thru pertama gerai kopi Starbucks di pinggiran ruas tol Cikampek.

Déjà vu. Ada perulangan kejadian hari itu. Dimulai dari timpalan suara MC yang keluar dari sound system gerai berukuran sedang. Belum lagi melihat wajahnya, tapi dari suara saja saya sudah tahu saya pernah menghadiri acara yang juga mengundang sang MC. Sayangnya sampai acara berakhir, saya tidak berhasil merekam nama sang MC dengan baik. Selintas saja saya dengar namanya Giovana… Atau sesuatu yang terdengar mirip itu. Pada Jum’at sore itu, pertemuan saya kali ketiga dengannya.

Perulangan kedua adalah Jamaican Café. Kelompok acapella ini pernah mencuri perhatian saya dengan ‘bunyi-bunyian’ berirama yang keluar dari mulut mereka dalam sebuah kesempatan terpisah. Lagi-lagi, Jum’at sore itu adalah penampilan live mereka yang kedua di hadapan saya. Lagu-lagunya hampir sama persis. Saya sudah tidak kaget lagi dengan Hujan-nya Benyamin sampai Bunga di Tepi Jalan-nya Koes Plus. Satu penampilan yang baru saya denganr adalah She Will Be Loved dari Maroon Five. Oke deh…

Sambil mendengar usaha Jamaican Café menghibur hujan yang mencurah deras, saya melongok tempat kami berteduh. Drive thru Starbucks ini dibangun untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah depot pengisian bahan bakar nan baru lagi besar di pinggir jalan tol Cikampek, tepatnya di Km.19, dengan konsep keseluruhan sebagai tempat beristirahat sejenak bagi mereka yang melakukan perjalanan ke tempat kerjanya di Cikarang dan atau mereka yang bertolak ke Bandung dan sekitarnya. Menurut paparan seorang karyawan gerai, pagi-pagi saja sudah ramai karyawan yang mampir untuk menikmati segelas kopi arabika khas Starbucks. Namanya saja drive thru, mereka bisa mampir sebentar memesan kopi tanpa harus keluar dari dalam mobilnya dan kemudian bisa langsung melanjutkan perjalanan masing-masing. Meski begitu, tetap saja tidak sedikit yang memilih nongkrong barang sejenak di dalam gerai.

Saya lihat sesungguhnya seisi depot ini pun menggunakan konsep ‘drive thru’. Boleh sukarela acungkan jempol buat si empunya ide drive thru ini. Dari sekian banyak perjalanan yang pernah kita lalui, seberapa jarang kita merasa bosan? Mengapa sebuah perjalanan seperti tidak pernah berhenti? Maka, depot yang konon dimiliki seorang petinggi negeri ini menawarkan konsep ‘sudi mampir’ buat mereka kaum pebosan. Apalagi, seperti yang sudah disebutkan, letaknya pas. Bisa dikunjungi baik karyawan maupun pelancong. Selain Starbucks, depot sekira luasnya satu hektar lebih ini juga ditempati warung-warung beraneka macam makanan. Tidak lupa ketinggalan sebuah factory outlet.

Kembali ke dalam gerai Starbucks yang meski nyaman, namun ukuran ruangannya tidak mampu menampung sejumlah wartawan yang rela jauh-jauh datang dari pusat kota demi untuk meliput acara bersejarah ini. Ditambah acara berhujan-hujan pula. Saking penuhnya, saya terpaksa menikmati segelas Caffe Mocha hangat sambil berdiri tegak lurus plus ucapan sopan ‘permisi’ ke kanan kiri kalau mau beranjak tempat. Untuk semakin meramaikan suasana, panitia mengajak beberapa wartawan ikut lomba meracik kopi Starbucks. Istilahnya menjadi seorang barista kagetan dengan iming-iming hadiah kunjungan ke Starbucks Nusa Dua, Bali, bagi mereka yang berhasil meracik kopi paling mendekati standar Starbucks.

Saya tidak pernah beruntung soal undian. Kartu nama saya seperti selalu dijauhi tangan-tangan keberuntungan. Lantas setelah dipanggil sampai enam orang peserta, saya memilih mengasingkan diri ke dekat jendela di sebuah pojok gerai yang agak tersembunyi. Saya memandang ke luar jendela. Menakjubkan memang melihat dunia luar dari balik kaca. Di luar sana, kehidupan bergerak dinamis. Terang saja karena di luar itu jalan tol antar kota. Lalu lalang kendaraan di luar mengundang kembali kesan lama saya. Bahwa dalam sebuah dunia yang semakin modern, sebuah perjalanan tetap memiliki maknanya yang paling konservatif. Seorang rekan kerja pernah mengamini hipotesa saya ini.

“Dalam sebuah perjalanan, saya selalu terkenang”, akunya.

Saya mencoba memberikan jawaban, mungkin karena berada dalam sebuah perjalanan mengantarkan kita pergi dari sebuah tempat menuju sebuah tempat yang baru. Perjalanan selalu begitu. Perjalanan adalah kesempatan tak terduga untuk mengenang kilas balik tentang apa saja yang sudah kita lakukan sebelum mencapai tujuan berikutnya. Mengherankan kenapa kita otomatis terkenang saat dalam perjalanan. Mungkin karena kita yang berada di dalam kendaraan seolah-olah diam, sementara semua yang di luar sana bergerak datang dan pergi. Sensasi dari relativisme a la Einstein?

Mari acungkan dua jempol lagi buat Starbucks, karena saya membayangkan konsep jualan drive thru mereka seperti gambaran berikut ini: Mampir, duduk di kursinya yang paling nyaman, menyeruput kopinya, dan mengenang. Demi segelas kopi untuk mengenang dan mari bersulang untuk sang waktu.

Wah, saya melantur. Tepukan tangan meriah kembali mengembalikan perhatian saya ke dalam ruangan. Sudah ada pemenang ‘liburan’ ke Bali rupanya. Ah, dasar orang-orang… Saya hanya bisa berandai-andai suatu waktu Gajah pun menyempatkan diri mampir menikmati minum kopi di Starbucks.

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]