Wednesday, November 16, 2005

 

Masa Depan

Kata orang masa depan itu misteri buat umat manusia. Di peradaban manusia modern, masa depan sekaligus adalah sebuah industri. Hollywood membungkusnya dengan cerita-cerita khayalan mengenai perjalanan waktu. Pasti tahu trilogi Back to the Future kan? Bahkan animasi anak-anak macam Doraemon pun tergila-gila soal ini. Selain itu, masa depan menjadi mata pencaharian rombongan peramal, dukun, kaum gipsi, pembaca kartu tarot, dan teman-temannya. Jualannya satu, karena manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Saya tidak akan pernah tahu apa yang saya alami hari ini jauh sebelumnya, katakanlah lima tahun yang lalu. Bahkan saya sendiri tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok. Berhubung saya orang yang tidak terlalu suka akan kejutan, saya membekali diri dengan berbagai macam proyeksi. Seolah-olah saya bisa meneropong masa depan, sehingga saya bisa mendorong kemauan saya hari ini untuk menjadi sesuai proyeksi tersebut.

Apa saya berharap terlalu banyak? Boleh dibilang seperti itu. Saya pernah berhenti berharap, tapi di titik selanjutnya saya menemukan bahwa saya tidak bisa berhenti berharap. Intinya, saya selalu memerlukan sebuah orientasi untuk saya pribadi agar tidak terlalu lama duduk di bangku status quo sambil menunggu rezeki, padahal ia sendiri bisa diusahakan.

Hari Sabtu kemarin bukanlah seperti hari yang pernah bisa dibayangkan saat saya masih kuliah. Ada pertemuan kecil dengan teman-teman dekat di sebuah pusat keramaian di kawasan Jakarta Selatan. Rendezvous ini atas nama kangen-kangenan plus lebaranan. Masih suasananya kan? Apalagi kami jarang bisa bertemu sekaligus.

Singkat cerita, tidak ada pertemuan tanpa bahan pembicaraan. Disadari atau tidak arah pembicaraan kami semua mengarah kepada satu hal yang bagi sekelompok orang menakutkan, yaitu, ehm, pernikahan! Wah, tidak pernah terbayangkan kenapa kami bisa terjebak ke dalam obrolan seserius ini. Padahal dulu, paling jauh kami hanya sebatas membicarakan teman-teman sendiri atau soal penelitian demi skripsi. Saya ingat kata-kata, ‘waktu terus berlari sementara manusia merangkak pelan-pelan di bawahnya’. Memang sudah waktunya, apalagi mereka sudah berusia yang memang semestinya sudah berorientasi ke arah ‘sana’.

Dari pokok tema pernikahan, obrolan mengalir ke mana-mana. Kami membicarakan apa saja yang harus dipersiapkan. Mulai dari ucapan saat lamaran, prosesi lamarannya seperti apa, soal pekerjaan, tempat tinggal,… Tunggu……, saya rasa cukup. Sudah terlalu jauh. Hahahaha… Kami pun saling berpesan kepada masing-masing, kalau memang sudah serius, ya apa salahnya? Semoga Tuhan membimbing kami semua ke jalan yang lurus.

Tapi, tetap saja, tidak ada yang bisa tahu apakah teman-teman saya itu berhasil dengan cita-citanya masing-masing. Masa depan harus tetap ditunggu untuk mendapatkan jawabannya. Bisa malah menyesakkan atau justru melegakan, menyedihkan atau membahagiakan… Yah, begitulah bagaimana dunia berputar. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja.

Bagaimana dengan saya sendiri? Pertanyaan sulit. Saya memang memiliki proyeksi untuk saya sendiri dalam beberapa jangka waktu ke depan. Dan, iya, saya memang berharap. Saya rasa tidak ada yang salah dengan berharap. Saya benar-benar membutuhkan arah. Ada yang bisa bantu memberi tahu di mana letak masa depan saya?

Comments:
saya sepakat dengan Van Halen. mereka bikin lagu yang judulnya Right Now di album For Unlawful Carnal Knowledge (F**K). liriknya si tentang saat ini, sekarang juga, dan bukan yang lain. padahal klo dicermati lagi tu lagu tentang masa depan.

kita emang gak pernah dikasih "penglihatan" melebihi batas kemampuan kita. soalnya klo kita bisa tau apa yang akan terjadi kita jadi playing god dong? padahal yang namanya misteri kan yang menyebabkan Tuhan itu "ada". ST as usual.
 
Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]