Saturday, August 06, 2005

 

Gadis Hijau

Aku jadi ingat. Suatu ketika, di dalam sebuah bis menuju perjalanan pulang. Penumpang penuh sesak dan udara menjadi pengap. Aku duduk dengan nyamannya di dekat jendela yang terbuka lebar sambil terkantuk-kantuk dibuai angin sore. Bus berjalan dan berhenti. Berjalan dan berhenti lagi. Bergantian menjemput penumpang yang mencegat tak tentu di pinggir jalan. Sore ini persis waktunya gadis-gadis hijau pulang sekolah. Berseragam putih biru mereka berebutan naik bus. Tidak pernah kuduga sama sekali, kepadatan kerumunan orang yang berdiri seketika menyeruak dan memberi jalan pada sebuah pesona misterius. Pesona itu dimiliki hanya satu di antara gadis hijau itu. Ah, andai kutahu namamu. Lihat dirimu. Kecil mungil tak berdosa. Paras khas kota kembang ini. Siapa dikau, begitu hijaunya sanggup mengacaukan benakku. Keindahan duniawi dan kedamaian surgawi datang bersamaan menyapa inderaku. Aku ingat, Gadis! Ini kali kedua. Waktu kemarin lagi, persis sore ini, kau juga datang menerobos kerumunan menjajakan pesonamu. Ini sebuah permainan berbahaya, Gadis. Mungkin tidak sepatutnya kau yang hijau datang menggoda seperti itu. Apakah kau abai pada keindahanmu sendiri? Keindahan sekilas dapat meluluh lantakkan barikade yang paling kuat sekalipun. Sungguh polos benar dirimu. Dan aku berkata pada diriku sendiri, apabila telah tiba kali ketiga, ini bukanlah kebetulan lagi. Percayalah pada sumpahku, Gadis! Sampai kau siap esok nanti, aku akan benar-benar datang. Tunggu diriku.

Kemudian, waktu sampai pada hari ini. Lima atau enam tahun kemudian. Kesempatan ketiga itu tak pernah sempat terkabul. Lalu, haruskah aku bersyukur, Tuhan?

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]