Thursday, June 02, 2005

 

Satu Alasan Untuk Bahagia

Selama ini inspirasi yang menggerakkan motivasi saya untuk menulis selalu berpijak dari sebuah kesedihan. Kesedihan ibarat sebuah sumur tanpa dasar yang airnya tak pernah kering meski ditimba berulang-ulang. Tidak heran kalau beberapa tulisan yang pernah saya buat sepertinya tidak pernah tidak bercita rasa pesimis, sinis, sarkas, dan pasrah. Kesedihan atau bahkan penderitaan seperti menjadi sebuah keindahan yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya, terutama pada saya.

Semua bisa berubah. Pada dasarnya, sesungguhnya saya orang yang optimistis. Boleh dibilang sebelum orang lain merasa optimis, saya selalu berusaha mengambil tempat di muka untuk menjadi yang paling optimis lebih dulu. Namun kultur tidak menganggap seperti halnya pandangan saya. Optimistis lebih dilihat sebagai kesalahan sikap; sebuah tindakan yang mendahului keputusan Yang Di Atas. Pokoknya orang tidak boleh bersikap optimistis karena 'di atas langit masih ada langit'.

Baiklah kalau begitu. Lalu saya jalani hidup dengan berpegang bahwa semua yang kita harapkan dan idamkan itu adalah kemustahilan belaka. Ini mengapa sering saya mendeskripsikan diri sebagai orang yang platonis. Orang yang platonis selalu memiliki ide atau cita-cita tinggi yang sayangnya hanya mutlak menjadi ide tanpa sempat bisa berbuah menjadi kenyataan. Oke, cukup sampai di sana pembahasan mengenai definisi 'platonis'.

Menjadi persoalan kemudian, mungkinkah orang harus selalu hidup pesimistis? Rupanya banyak contoh kejadian yang justru menggambarkan dengan motivasi besar untuk berjuang segenap jiwa raga, sesungguhnya banyak kemustahilan tidak bersifat mutlak. Di lapangan hijau, sebut saja kiprah Yunani di Piala Eropa 2004 atau Liverpool di final Liga Champion kemarin. Pesannya: Kita tidak boleh berhenti berjuang! Bagi saya yang bersedih, atau siapapun yang mendapati kesedihan, mungkin ini dapat menjadi satu-satunya alasan untuk menjadi bahagia.

Berjuang! Yup! Itu dia yang menjadi alasan kita agar dapat berbahagia. Sekarang kesampingkan dulu rasa sedih, pesimistis, lara, sinis, sarkas, atau apapun namanya itu. Berangkat dari kenyataan di lapangan hijau itulah, kita butuh motivasi penuh untuk berangkat menuju sebuah perjuangan. Tidak ada itu kata pesimistis. Tidak ada kata kalah kalau peluit belum berakhir. Tidak ada kata habis sebelum ada keputusan. Tidak ada kata kiamat sebelum sangkakala ditiup Israfil. Sepanjang waktu itu pula, kita tetap harus berjuang!

Maka, untuk berjuang tidaklah salah memiliki sedikit saja rasa kepercayaan diri. Saya rasa tidak salah juga untuk mengatakan bahwa saya bahagia saat ini. Dan, saya belum mau berhenti!!!

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]