Saturday, April 09, 2005

 

Jam Karet si Wartawan

Kebiasaan a la Indonesia yang lahir batin jadi kebiasaan sejati individunya adalah kebiasaan jam karetnya itu. Bahkan semua orang di tanah air ini sudah maklum akan kebiasaan ngaret ini.

Nah, sehubungan juga dengan kerjaan sebagai jurnalis yang ke sana ke mari meliput acara, kalau dipikir-pikir siapa yang salah sih? Pada dasarnya sama saja dengan pertanyaan 'mana yang duluan, ayam atau telur?'. Dalam kasus ini, sering kali acara yang diliput tidak dimulai tepat pada waktu seperti yang tertera di undangannya.

Misalnya ada undangan A jam 10. Ketika kita datang jam 9.40, ternyata acara dimulai baru jam 11. Wah! Kalau begini biasanya wartawan harian sudah blingsatan, karena jam 12 ada janji wawancara dengan narasumber atau liputan lain. Siapa yang pantas diomeli?

Panitia? Panitia berkilah, "Belum semua wartawan datang, jadi sebaiknya kita tunggu paling tidak beberapa saat lagi. Kan kasihan mereka kalau acaranya dimulai sekarang". Wartawan yang tadi mengomel maklum, walau masih mengganjal di hati. Wartawan tambah maklum karena key speaker atau undangan kuncinya kan juga belum datang karena kesibukan yang menggunung.

Toh panitia juga berhak mengomel. Saat si wartawan diundang jam 10 tersebut, tidak sedikit juga yang berpikir, "Ah, paling juga mulainya ngaret. Saya datang jam 10.30 saja". Panitia maklum, mereka butuh si wartawan dan lebih dari itu panitia maklum wartawan punya hobi berat jam karet. Toh wartawan kan juga terbang dari satu ke tempat yang lain. Pasti butuh waktu untuk perjalanan.

Kalau dua alasan ini dipertemukan, jelas nggak pernah ketemu. Solusinya, sampai saat ini jam karet masih jadi yang terbaik. Pleonasenya: dispensasi waktu. Apalah itu!

Comments: Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]





<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]